MENYELAMI DUNIA DENGAN ILMU HINGGA MENEMBUS AKHERAT TANPA KEBODOHAN

ASSALAMU 'ALAIKUM

"Ahlan wa shalan, yaa akhi wa ukhti. jazakallahu khairan katsiiran (semoga Allah membalas lebih dan banyak) atas silaturrahim kalian ke blog saya yang fakir dan dhaif ini."

Rabu, 08 Februari 2012

MISTERI MUSIK DI GUNUNG PADANG

Jakarta - Gunung Padang yang terletak di Campaka, Cianjur, Jawa Barat, menyimpan misteri yang terkubur sejak 2500 SM. Sebab di sana ada situs yang menjadi saksi bisu kehidupan di masa lalu.


"Diperkirakan dibangun pada 2500 SM dan dibangun dengan lokasi yang diperkirakan penuh pertimbangan, sehingga cocok sekali. Situs ini terletak di tengah kebun teh," ujar mantan Ketua Himpunan Arsitek Jawa Barat, Dr Pon Purajatnika, dalam diskusi bertajuk 'Menguak tabir peradaban dan bencana katastropik purba di nusantara untuk memperkuat karakter dan ketahanan nasional' di Gedung Krida Bakti, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (7/2/2012).

Di gunung tersebut terdapat bongkahan batu yang tersusun teratur, sehingga diduga kuat tidak mungkin dibuat sendiri oleh alam. Ada anak tangga yang begitu menanjak, serupa punden berundak.

"Ini menunjukkan tatanan sosial. Ada singgasana untuk pimpinan. Ada untuk cerdik cendekia dan sebagainya," ujar Pon.

Sisa-sisa bangunan purba itu bisa bertahan dari dulu hingga sekarang menunjukkan adanya kearifan lokal masyarakat yang membangunnya. Mereka tahu bagaimana membangun bangunan yang besar lagi kuat.

"Ada turap dan tangga. Mereka arif dalam membuat konstruksi. Ada lapisan pasir penahan gaya lateral," tambah dia.

Menurut Pon, bangunan ini bisa jadi lebih tua dari piramid Machu Picchu di Peru yang dibangun sekitar tahun 1450 SM. "Ada teknologi yang sama dengan Machu Picchu. Jangan-jangan mereka meniru kita ha ha," kata Pon bercanda.

Situs ini penting, karena ada misteri di sana. Sebab dari sana bisa dipelajari soal perbintangan, bentuk bangunan, sistem pengairan, pertanian. Juga ada bencana purba apa yang pernah terjadi di sana. Serta bagaimana manusia yang dulu hidup di gunung itu punah.

(nvt/lia)

Jakarta - Situs purba ditemukan di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Ada banyak cerita dan teka-teki terkait pola peradaban dan budaya masyarakat yang tersimpan di sana. Salah satunya teka-teki tentang musik.

Peneliti dari Bandung Fe Institute menemukan di sudut belakang bagian timur undak pertama situs Gunung Padang ada sejumlah batu yang tersusun sedemikian rupa. Dengan memukulnya akan terdengar suara nyaring berfrekuensi tinggi bagaikan nada-nada.

"Bebatuan tersebut seolah menjadi sebuah alat musik litofonik purba. Tapi berbeda dengan berbagai artefak litofonik warisan megalitik yang juga ditemukan di banyak negara di kawasan Asia Tenggara, ukuran dari artefak ini jauh lebih besar dimensinya," ujar peneliti Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir.

Hal itu disampaikan dia dalam diskusi bertajuk 'Menguak tabir peradaban dan bencana katastropik purba di nusantara untuk memperkuat karakter dan ketahanan nasional' di Gedung Krida Bakti, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (7/2/2012).

Dengan menggunakan analisis fast fourier transform, Hokky dkk memetakan nada-nada yang dicurigai sampel frekuensinya ke tangga nada barat dan ditunjukkan pengerucutan pada empat nada yakni 'f'-'g'-'d'-'a'. Menurut dia, mayoritas batuan yang disampling tidak menghasilkan bunyi yang frekuensinya dapat diklaim sebagai 'nada' tertentu.

"Namun ada dua kelompok batuan yang menghasilkan nada dengan frekuensi relatif tinggi, dalam interval 2683Hz-5171Hz. Dua kelompok batuan ini terdapat di teras pertama dan teras kedua," terangnya.

Tangga nada dalam pengelompokan batuan itu lazim digunakan dalam musikologi modern. Disampaikan Hokky, fakta ini menunjukkan bahwa sangat mungkin tradisi megalitik di situs Gunung Padang telah mengenal instrumen musik.

"Dari sisi urutan nada-nada yang diperoleh memang belum sempurna untuk dapat dikategorikan sebagai pentatonic scale ataupun heptatonic scale. Ada dugaan nada-nada yang hilang tersebut kemungkinan ada di batuan yang sebagian terpendam tanah di sekitar batuan yang menghasilkan frekuensi tinggi tersebut," tuturnya.

Soal musik ini masih menjadi teka-teki, apakah batu yang jadi sumber bunyi itu merupakan artefak litofon yang telah ditemukan di banyak tradisi megalitik lainnya. Jika memang batuan ini dijadikan alat musik. Maka peradaban yang memangunnya telah mengenal pola orkestrasi atau permainan musik dengan berkelompok.

"Mengapa di situs tersebut perlu ada sumber bunyi?" ucap Hokky mempertanyakan.

Apalagi kawasan situs ini memiliki ketinggian 983-989 dia atas permukaan laut atau relatif jauh lebih tinggi dari kawasan sekitarnya. Hokky dkk menduga, bukan tidak mungkin bunyi-bunyian dari batu itu dijadikan sebagai pemberi aba-aba atau informasi di kawasan bawah situs dengan tipe punden berundak itu.

"Pertanyaan lebih lanjut, siapakah yang membangun situs megalitikum itu. Dan adakah manusia yang hidup di belahan barat Pulau Jawa kini memiliki keterkaitan dengan pembangunan situs megalitikum itu," Hokky mempertanyakan.

(nvt/did) (Detik.Com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar